header wahyu winoto blog

Inilah Penyebab Banyak Konflik di Indonesia

Presiden pertama kita Ir. Soekarno mengatakan "perjuangan kami lebih mudah karena menghadapi musuh dari luar, perjuangan kalian akan lebih sulit karena menghadapi musuh dari dalam". Pesan bapak proklamator kita sungguh jenius, beliau seolah tahu bahwa Indonesia tidak akan pernah tidak memiliki "musuh", dengan rupa atau bentuk lain.

Meskipun tidak ada musuh dalam arti peperangan fisik, sebenarnya kita (dan hampir semua negara didunia) sedang berperang dalam ranah "legal warfare". Dimana musuh saat ini tidak melulu beradu bom atau senapan apalagi pedang dan panah, namun pertarungan dewasa ini lebih kepada pertarungan legal, melalui penetrasi ekonomi, bisnis, maupun perang proxy untuk perebutan pengaruh. Salah seorang kawan berinisial "LF", mahasiswa doktoral Program Perbandingan Agama dan Gereja Dunia di Departemen Teologi, Universitas Notre Dame, mengatakan bahwa "ketika kapitalisme dan agama bertemu, maka semua dapat diperjualbelikan".

Rasa Terancam

Secara "de facto" negara kita tidak memiliki musuh, begitupun secara "de jure" dimana kita memegang asas non-blok. Kita dalam masa damai. Akan tetapi beberapa golongan dinegara ini merasa kita dalam kondisi perang atau minimal dimusuhi. Sikap "undersiege mentality" ini berkembang dengan memunculkan musuh-musuh dalam pikiran, padahal ketika ditelaah mendalam mereka tidak tahu musuh kita siapa, karena memang kita tidak ada musuh, kecuali musuh ciptaan pikiran sendiri. 

Rasa terancam dan rasa dimusuhi ini jika kita cermati tidaklah muncul dengan sendirinya, namun berkembang atas infiltrasi paham-paham dari luar. Hal ini juga diperkuat dengan era globalisasi yang memudahkan doktrin dari luar dapat diimpor secara mudah ke Indonesia. Itulah kenapa orang-orang ini selalu merasa terancam.

Bagaimana menghadapi mental merasa "terancam" dan "dimusuhi" ini? 

penyebab Konflik di indonesia
Konflik
Tidak ada lain kecuali dengan membangkitkan kesadaran. Satukan pemahaman bahwa kita bangsa Indonesia adalah satu kesatuan, kita kuat karena bersatu. Ingatan saya kembali pada buku terjemahan karya Samuel P Huntington yang judul aslinya The Clash of Civilization yang saya baca ketika masa kuliah dulu.

Huntington menyatakan, benturan peradaban atau clash of civilizations adalah teori bahwa identitas budaya dan agama seseorang akan menjadi sumber konflik utama di dunia pasca-Perang Dingin.

Senada dengan hal tersebut diatas, Prof. Dr. Heddy Shri Ahimsa Putra (Guru Besar UGM) juga punya teori serupa. Menurut Prof. Ahimsa, berbagai konflik dan kerusuhan dapat dipetakan kedalam beberapa poin, beliau menyebutnya "Teori Kondisi Sosial" atau "Teori Rumput Kering".

Dengan penjelasan tersebut kita jadi lebih mudah memahami apa dan bagaimana konflik-konflik yang terjadi dimasyarakat kita.

Yang lebih penting, biasakan untuk melihat secara jujur, adil, dan kaca mata yang luas, agar tidak mudah termakan perangkap "maestro" pembuat konflik. Karena sejatinya setiap konflik pasti punya motif, dan motif biasanya digagas oleh sang maestro dibelakang layar. Kemudian, tidak boleh ada visi golongan atau "group interest". Visi kita sekaligus "nation interest" kita adalah seperti amanat UUD 45, dengan begitu In Sya Allah negara kita akan dapat tenang, damai, kondusif, sehingga tidak ada lagi hal-hal yang mengganggu kelancaran pembangunan nasional.



Share artikel: kepada saudara maupun kawan anda.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar




© 2010 - 2024 || By Blogger || Hak cipta dilindungi UU.
TOP