Blog Sebagai Media Sosialisasi dan Pembangunan
Menarik untuk mengaitkan pengaruh antara blog dan sosialisasi untuk pembangunan. Keduanya memiliki potensi dan  peranan yang bagus dalam kehidupan masyarakat di tingkat daerah. Di satu sisi, pengaruh global  merangsek hingga ke pelosok daerah, yang dilumasi teknologi  informasi-komunikasi, tengah menarik masyarakat kita untuk menjadi warga  global – setidaknya hal ini akan berpengaruh pada aspek ekonomi dan  sosial-budaya. Di sisi lain, semangat desentralisasi dalam wujud otonomi  daerah tengah kembali menumbuhkan semangat untuk “menjadi lokal”. Dalam  kadar tertentu, bahkan semangat “daerah-isme” mengalahkan  “nasionalisme” kebangsaan.
Dua realitas itu membentuk satu paradoks yang disebut “glokalisasi”:  globalisasi yang justeru semakin mengangkat nilai-nilai lokal ke pentas  dunia. Jadi, sebagaimana disinyalir oleh Friedman dalam “The World is  Flat”, bukan “penyeragaman” budaya dan nilai-nilai global yang terjadi,  melainkan “keberagaman” lokal yang akan mewarnai kancah global. Melalui  media komunikasi-informasi yang telah berkembang demikian masif, semakin  terbuka peluang bagi daerah untuk tampil di kancah global, dengan  segala potensi yang dimilikinya. 
Dalam konteks itulah tantangan pembangunan ekonomi daerah kontemporer  dihadapkan. Untuk menyikapinya, setidaknya tiga pilar berikut yang  harus diperkuat.  Pertama, kesiapan  infrastruktur. Sudah kita maklumi bersama, bahwa peranan infrastruktur  cukup menentukan daya saing perekonomian. Kelengkapan infrastruktur  menentukan tingkat interconnectivity – kesalingterhubungan:  antar komunitas, antar wilayah, antar lembaga. Masyarakat yang  ‘terhubung’, apalagi secara global, memiliki peluang lebar untuk maju.  Sebaliknya, masyarakat yang ‘terisolasi’, hampir dipastikan terbelakang,  setidaknya secara sosial-ekonomi. 
Ketersediaan infrastruktur akan menjadi dorongan kuat bagi  pertumbuhan sekaligus pemerataan ekonomi daerah. Jalan, jembatan,  listrik, air bersih, infrastruktur telekomunikasi, bandara atau  pelabuhan, adalah beberapa contoh infrastruktur yang mesti diperkuat,  guna menarik investasi, baik investasi swasta, pemerintah, community investment,  bahkan investasi global. Tanpa infrastruktur yang memadai, investasi  sulit masuk, bahkan jika daerah tersebut kaya SDA sekalipun. Jika  investasi seret, ekonomi mandeg. Ujungnya: kemiskinan!
Memasuki era globalisasi jilid tiga ini, daerah juga perlu  mengembangkan infrastruktur informasi dan telekomunikasi yang memadai,  agar masyarakat – terutama para entrepreneur lokal – terhubung dengan  pasar global. Tentu, dalam konteks daerah, pasar global tidak melulu  berarti luar negeri, tetapi juga luar daerah, luar pulau.  
Ke dua, birokrasi yang bersih dan  efisien. Birokrasi yang demikian akan membuat pelayanan publik semakin  dekat, semakin simpel. Inilah syarat mutlak ke dua, bagi daya tarik  suatu investasi. Birokrasi yang korup akan membuat enggan siapa pun  untuk berurusan dengannya, kecuali bagi para ‘mafia’ yang memang demen  bermain dengan birokrat, untuk tujuan mengeruk sumberdaya alam, atau  menyabet proyek-proyek anggaran belanja negara. Tapi efeknya tak akan  banyak bagi kesejahteraan publik.
Terkait kemudahan investasi, sebetulnya, Pemerintah Pusat sudah  mencanangkan program pelayanan satu atap. Lebih dari separuh pemerintah  kabupaten-kota di Indonesia sudah menerapkannya. Namun demikian, dari  informasi yang saya terima, rupanya tidak banyak yang berjalan efektif.  Sebagian besar, kantor pelayanan satu atap tak ubahnya “kantor pos” yang  menerima dokumen permohonan ijin investasi, selanjutnya dikirim ke  masing-masing lembaga atau dinas yang berwenang: as usual.  Selain perijinan yang lama, investor juga seringkali harus mengeluarkan  isi kantongnya terlalu banyak, untuk pungutan “resmi” maupun tidak, pada  saat usaha belum juga dimulai. Jelas, ini akan menghambat investasi.
Ke tiga, dan ini sesungguhnya yang paling  vital, yaitu kesiapan sumberdaya manusia. Pendidikan dan kesehatan  adalah dua domain utama pembangunan manusia. Jika dua pilar sebelumnya  berperan sebagai magnet investasi, maka pilar ke tiga ini, selain  menarik investasi, juga sangat menentukan apakah daerah bisa ikut  bermain di lapangan ekonomi secara sejajar dengan pelaku ekonomi global,  ataukah hanya sebagai penonton. Sering saya saksikan di beberapa  daerah, nilai investasi yang masuk ke daerah demikian besar, tetapi  masyarakat lokal hanya berperan sebagai penonton, atau paling banter  sebagai pekerja di lingkaran paling luar. Nyaris seluruh tenaga  ahli yang menggerakkan roda ekonomi raksasa di daerahnya adalah para  pendatang, yang sudah pasti akan “menerbangkan” uangnya ke kota asal  mereka. Yang tersisa untuk daerah hanya sedikit, bisa berwujud dana bagi  hasil, pungutan oleh daerah, atau sedikit ‘uang jajan’ para pekerja  pendatang itu.
Membangun kelengkapan infrastruktur, membersih-efisienkan birokrasi dan mencetak sumberdaya manusia qualified, adalah tiga pilar yang harus tegak, untuk menyongsong paradoks glokalisasi: mengangkat keunggulan lokal ke kancah global.
Kemudian, adakah hal sederhana yang dapat kita lakukan?
Membangun daerah asal seharusnya menjadi sebuah mindset didalam benak  setiap putra daerah yang melanglang buana ke penjuru dunia, baik dalam  negeri maupun luar negeri. Karena putra daerah yang menimba ilmu diluar  daerah tentu memiliki pengalaman yang tidak ditemui seandainya tetap  berada di daerah tersebut, tentu hal tersebut harus bernilai postif dan  membangun. 
Diantara berbagai cara untuk turut serta dalam menganun daerah kita  adalah salah satunya melalui blog. Karakter blog yang mampu menembus  batas-batas wilayah suatu daerah, citra dapat dibangun. Blog yang juga  menembus mampu menembus wilayah sebuah negara, bisa menjadi alat promosi  hebat bagi suatu daerah.
Saat ini menurut saya tiap kabupaten/kota membutuhkan blogger yang peduli terhadap proses  pembangunan dan citra daerahnya masing-masing, blogger-blogger tersebut bisa berupa yang berskala nasional maupun  internasional (blogger yang ada di luar negeri). 
Secara personal, blogger asal Indonesia diyakini  jumlahnya sangat banyak, namun baru seidkit yang mengusung informasi  mengenai pembangunan, lebih-lebih yang dapat mendukung proses pembangunan didaerahnya masing-masing, hal itu masih minim sekali. 
Jadi, melalui tulisan ini saya mengajak kepada para blogger Indonesia untuk marilah kita nge-blog dengan baik, selain itu sebisa mungkin dengan nge-blog kita juga menyisipkan misi untuk membentuk/membangun citra yang baik bagi Indonesia pada umumnya dan untuk daerah masing-masing pada khususnya. Jika semua blogger melakukan hal itu saya yakin sedikit demi sedikit akan ada efek baiknya buat pembangunan masyarakat Indonesia.
***

Tidak ada komentar:
Posting Komentar