header wahyu winoto blog

Berpolitik ala Majapahit

Bulan lalu saya mengikuti sebuah acara, masih di sekitar Jakarta. Acara tersebut menghadirkan narasumber seorang pengamat terorisme, beliau tamatan Amerika, teman sekolahnya Mike Pompeo (Direktur CIA). Ada banyak hal menarik yang dibahas, namun pada kesempatan kali ini saya hendak ceritakan satu saja dulu. Yaitu tentang geopolitik dan geostrategi. 

Salahsatu poin menarik tentang geostrategi yang dibicarakan pada acara yang saya hadiri diatas adalah ketika beliau menawarkan politik "nyilih tangan" (meminjam tangan pihak lain) seperti yang dulu dilakukan oleh pendiri kerajaan Majapahit yaitu Raden Wijaya alias Kertarajasa Jayawardhana alias Brawijaya I. R. Wijaya ketika itu ingin membangun Majapahit, meluaskan wilayah, dan strategi yang digunakan adalah dengan meminjam kekuatan balatentara dari China untuk mengalahkan Prabu Jayakatwang. Setelah Jayakatwang kalah, kerajaan dikuasai, lalu giliran China yang dihajar, diusir dari bumi Majapahit. Maka sukseslah R. Wijaya menjadi penguasa tunggal disana. 

Makam Raden Wijaya Majapahit
Makam Raden Wijaya
Jangan ajari politik pada orang Jawa

Cara-cara politik ala raja Jawa jaman dulu cukup unik untuk dijadikan referensi menurut saya. Bagaimana jika seandainya cara itu kembali dilakukan oleh raja (baca: presiden) nusantara sekarang ini? 

Kepercayaan saya terhadap Presiden sekarang sangat mantap, isu-isu seputar TKA China, utang luar negeri, bahkan SP3 kasus Habib Riziek jelas saya anggap bumbu-bumbu politik saja. Presiden Joko Widodo tidak akan menggadaikan bangsa ini pada pihak manapun, tidak sembarangan berhutang, serta tidak berat sebelah tentang hukum. 

Akhir-akhir ini santer beredar ajakan golput dari oknum tertentu, alasannya karena keluarnya SP3 atas kasus Habib Riziek, dimana narasi yang dibangun adalah Presiden Jokowi dinilai tidak tegas terhadap kasus Habib Riziek dan sengaja melepaskannya. Padahal kita tahu bahwa kewenangan hukum bukan berada ditangan Presiden (eksekutif), jadi narasi tersebut jelas salah alamat alias tendensius politis. Jika anda masih termakan isu tersebut saya sarankan untuk belajar lagi tentang Jokowi. 

Saya rasa tidak berlebihan jika tulisan saya kali ini saya beri tag-line "jangan ajari politik pada orang Jawa", karena bahkan leluhur kami sudah sangat lihai memainkannya. Mungkin ibarat pameo kontemporer yang menyatakan "jangan ajari orang Batak bicara hukum" atau "jangan ajari orang Bugis untuk melaut", atau yang extrim "jangan ajari orang Madura bermain celurit" karena mereka sudah barang tentu adalah ahlinya. 

Akhir kata, selamat mengikuti perpolitikan Indonesia.



Share artikel: kepada saudara maupun kawan anda.

KLIK UNTUK MELIHAT DAN ATAU MENUTUP KOLOM KOMENTAR.



© 2010 - 2024 || By Blogger || Hak cipta dilindungi UU.
TOP